wayang dan satria

Di masyarakat, dunia pewayangan sudah lama menjadi bagian dari hidupnya, dengan kata lain menjadi tradisi, entah itu wayang kulit, wayang orang, wayang golek, dan jenis wayang yang lain. Wayang sudah ada sejak lebih dari dua abad yang lampau. Bahkan ada salah seorang wali diantara wali songo yang menggunakan media wayang dan gendhing untuk membantu penyebaran Islam di Jawa. Perdebatan yang sering terjadi adalah mengenai asal muasal wayang itu sendiri, apakah dari Tanah India atau asli merupakan kebudayaan Nusantara. (Mengenai asal muasal wayang, tidak akan saya bahas disini).

Mengapa kesenian wayang tumbuh dan berkembang di masyarakat? Karena ada banyak sari-sari tentang ajaran hidup yang bisa dipetik dari kisah-kisah yang dilakonkan, baik itu dari cerita Mahabbarata ataupun Ramayana. Kisah-kisah heroik dengan bumbu romantisme, banyak disukai oleh penikmat wayang. Mereka (penikmat wayang), masing-masing memiliki tokoh idola yang mereka sukai. Mungkin karena sifatnya, karena simpati pada kisah hidupnya, atau karena hal lain.

Dalam epos Mahabbarata, lakon terbagi menjadi dua kubu, yaitu antara Pandawa dan Kurawa, yang sebenarnya masih bertalian saudara. Seperti dua kutub magnet yang saling bertolak belakang, kedua ‘kelompok’ bersaudara tersebut juga memiliki sifat yang berbeda pula. Baik dan jahat. Pemenang dan pecundang. Demikian juga dalam epos Ramayana. Satu kelompok yang mendukung Rama, diposisikan sebagai si baik. Sedangkan kelompok lain yang berhadapan dengan Rama, diposisikan sebagai si jahat. Meski sebenarnya tidak bisa begitu saja dengan mudahnya untuk mem-posisi-kan ‘seseorang’ itu baik atau jahat. Bahkan dalam ‘kelompok’ yang dianggap baik, bisa saja ada salah satu diantara mereka yang ternyata bersifat jahat, demikian pula sebaliknya.

KGPAA Mangkunagara IV dalam Serat Tripama memberikan model mengenai tokoh berwatak satria dengan cirinya masing-masing.

Pertama, Patih Suwanda alias Sumantri, adalah seorang keturunan luhur yang enerjik, cerdas, konsekuen, walaupun agak sedikit ‘membanggakan dirinya sendiri’, jujur, dan cepat tanggap.
Kedua, Kumbakarna, yang adalah saudara dari Rahwana, merupakan sosok raksasa yang berbudi luhur. Jika memiliki pendapat tentang sesuatu yang benar, dia akan membela prinsipnya itu mati-matian. Tetapi walaupun demikian, Kumbakarna memiliki juga sifat yang pasif dan apatis jika menghadapi dua pilihan yang sama beratnya, bahkan dia bisa saja mengambil sikap kompromi mengenai dua hal yang dihadapinya tersebut.
Ketiga, Basukarna alias Adipati Karna, yang memiliki kisah hidup yang sungguh unik dan kompleks. Terlahir dari seorang ibu yang juga merupakan ibu dari Pandawa, tetapi tidak pernah merasakan kasih sayang ibunya sendiri. Karna menjadi seorang dengan pribadi yang tegar dan tegas. Bisa dikatakan upaya pembelaannya kepada Kurawa ketika Baratayudha terjadi, bukan karena membela ‘si jahat’ tetapi sebagai upayanya untuk membalas budi kepada ‘kelompok’ yang sudah memulihkan harga dirinya, dari seorang tukang kuda menjadi seorang satria.

Dari berbagai latar belakang dibalik sifat dan kisah hidupnya, mereka bertiga tidak pernah meng’agung-agung’kan darma bakti mereka kepada orang lain, mereka juga termasuk dalam golongan yang  ‘rame ing gawe, sepi ing pamrih’.

Masih adakah prinsip ‘rame ing gawe, sepi ing pamrih’ pada saat sekarang, dimana keadaan ekonomi membuat masing-masing manusia menjadi lebih ‘individualis’ daripada sebelumnya? Entah.

[dari berbagai sumber]
05:29 pm 290kt08
jepara

2 pemikiran pada “wayang dan satria

  1. Saya ucapkan salut buat Dusone. Karena apa? ternyata kaum muda kita masih peduli pada seni tradisi warisan leluhur kita. Oke, mungkin lewat post ini kita bisa saling diskusi, saling ungkap, saling dorong semangat untuk terus bereksplorasi, khususnya seni budaya kita. Maju terus pantang mundur, sak dumuk bathuk sak nyari bumi, rawe-rawe rantas malang-malang putung, demi pelestarian budaya kita (khususnya wayang kulit) yang telah diakui dunia, dan dideklarasikan di Paris tahun 2005 bersamaan dengan Pergelaran Ki Manteb Sudharsono. Bravo Dusone.Wordpress.com

  2. wah, ditiliki ki dhalang..njur seneng aku

    saya sebenarnya suka sama cerita wayang ki, cuma nggak betah ngantuk-nya itu lho…

    makasih masukannya, saya butuh lebih banyak lagi

Tinggalkan komentar